Sahur Pak Haji! Sahur ... !!

>> Saturday 6 August 2011

Tadi, jam 04.30 wib saya kembali keluar rumah tuk menunaikan sholat subuh di masjid. Brrrrrr .... cukup dingin juga, apalagi angin berhembus cukup kencang. Mungkin kita perlu pemberitahuan cuaca dari media massa seperti televisi atau radio sebelum beranjak keluar rumah seperti halnya bila kita berada di negara-negara empat musim. Ah, tapi kalaupun gak ada gak apa-apalah. Ini sih udah biasa. Sebelum ramadhan pun cuaca seperti ini kerap dialami. Hanya saja ramadhan kali ini sepi. Sangat sepi bahkan. Tahun lalu biasanya jam segini dari rumah-rumah akan berhamburan anak-anak, remaja putra yang bersarung dan berkoko plus peci, maupun para gadis sebaya yang bermukena, lalu bapak-bapak, maupun ibu-ibu yang bergegas menuju masjid tuk sholat subuh di masjid. Beriringan anak dan bapak, para remaja, atau pasangan suami istri, hm...serasi nian.

Tapi saya sudah tak jumpai pemandangan demikian. Saya hanya menduga bahwa sebagian besar penghuni RT-RW yang saya tempati bapak-bapak atau ibu-ibunya sudah sepuh. Umur semakin beranjak, kemampuan badan buat bergerak pun sedemikian terbatas. Sedangkan anak-anak mungkin lebih memilih tidur atau sholat di rumah ketimbang 'lari' ke masjid, karena toh orangtua mereka pun lebih memilih sholat di rumah. Hanya segelintir saja anak-anak yang melangkah ke masjid. Itu pun belum tamyiz, masih bocah, dan tidak ditemani orangtuanya. Hm, salut dah buat bocah-bocah itu.

Pun biasanya saat sahur tiba, gang RT yang saya tempati selalu heboh dengan ulah 'petugas sahur dadakan'. Sampai-sampai orang yang masih terlelap pun sontak terbangun saking kagetnya oleh suara-suara gaduh yang dibunyikan anak-anak remaja kami. Bahkan teknik buat membangunkan orang-orang yang terlelap agar bangun sahur pun cukup bervariasi. Mulai dari sendirian dengan cara memukul-mukul tutup kaleng bekas, atau memukul-mukul tutup tong sampah yang terbuat dari besi atau pintu pagar. Tapi karena cara ini terlalu kasar dan banyak menimbulkan protes warga maka esoknya teknik membangunkan pun diubah yakni dengan cara membawa bedug yang diarak memakai gerobak. Dengan suara yang bertalu-talu tetabuhan bedug itu ditambah teriakan yang serak-serak becek, "sahur ... sahur ... sahur ... sahur ...!" menambah riuh suasana subuh yang hening. Biasanya kalo pas melewati rumah kami, mereka akan berteriak, "Pak Haji, sahur, sahur...!". Dan biasanya entah ummi atau abah akan menyahut dari dalam rumah, "Udah! udah bangun!".

Kami tak pernah mempersoalkan apakah mereka juga ikut puasa atau tidak, karena kami pun mengenal anak-anak remaja ini. Sepanjang yang kami tau sih, mereka tidak pernah terang-terangan makan di depan kami atau merokok saat siang hari. Biasanya mereka malu juga kalau ketahuan gak puasa. Apalagi dengan polosnya bila mereka ditanya, "Puasa gak lo?". Mereka menjawab, "Puasa pak haji."

Ah, mungkin bukan hingar bingarnya yang saya rindukan. Namun keinginan saya tuk melihat kembali orang-orang yang semangat bersahur, dan para jama'ah anak-anak, remaja, bapak-bapak, maupun ibu-ibu yang seolah-olah berlomba-lomba menuju masjid. Ah, ya, ya, asiknya berpuasa di negeri seperti ini. Mungkin inilah yang selalu dirindukan para perantau di negeri orang. Kebersamaan menyambut puasa Ramadhan yang tak mereka temui di negeri dimana mereka tinggal sekarang.

Sekarang, ah tinggal kenangan. Hanya seserpih masa kecil yang tersisa. Para remaja yang sekarang mungkin lebih banyak menyibukkan diri di kantor, kelelahan mencari nafkah tuk mendambakan pasangan yang kelak menemaninya di masa depan. Lalu membawa lelahnya itu ke rumah dan terlelap dalam mimpi. Maupun para gadis yang menunggu sang pangeran menjemputnya, entah percaya atau tidak bahwa sang pangeran tak kunjung datang. Atau para orangtua yang lebih memilih 'bertapa' di rumah ketimbang melelahkan diri ke masjid meskipun ganjaran kebaikan bagi orang yang sholat berjamaah di masjid kerap berdengung-dengung di telinga.

Kadang saya terkikik sendirian menyaksikan bocah-bocah kecil melangkah gontai ke masjid, meskipun mata mereka masih belekan atau setengah mengantuk setengah tersadar. Ada kebanggaan melihat mereka. Semoga masih ada semangat dalam dada mereka tuk menebar kebaikan di masa depan. Semoga mereka kelak menjadi ayah-ayah yang membimbing anak-anaknya tuk sholat subuh berjamaah meskipun dingin sedemikian menggigit, meskipun panas menguar, meskipun para orangtua mereka memilih berhenti.

Inilah subuh yang sepi di bulan yang kita dijanjikan akan menangguk pahala berlipat-lipat, namun kehendak kita selalu terpatah-patah untuk menyambutnya. Lalu kalau tidak tahun ini, kapan lagi kita bisa meraih untung di bulan yang penuh rahmah dan ampunan serta dijanjikan surga yang penuh kenikmatan? Duh, lama-lama rungsing euy, mending dijalanin aja deh, yang penting konkret, yang penting gak pernah berhenti tuk berbuat. Ayo ayo bergegas abang, adik, mpok, encang, encing , nyak, babeh mumpung Ramadhan nehh!
Kalau di bulan Ramadhan aja kayak begini pegimane abis ramadhan yak? hadeuh ...




*ayo! semangat donk :))
3 Ramadhan 1432 H

0 comments:

ONLINE

Powered By Blogger

About This Blog

Lorem Ipsum

Our Blogger Templates

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP