Peluklah aku! Ciumlah aku!

>> Friday 21 May 2010

Aku tengah terkantuk-kantuk di bawah pohon beringin yang rindang. Akar"nya menjuntai anggun. seolah hendak melumuri seluruh tubuhnya, agar terhalang dari pandangan manusia. Dedaunannya jatuh perlahan saat angin berdesir pelan. Melayang. Menari. Meluruh jatuh. Lalu mendarat pelan di tanah. Indah...
Saat bersamaan, burung" kecil pemakan biji ramai berdatangan, hinggap kesana kemari sambil sibuk 'mengunyah' biji. Angin semilir menambah beban kantukku. Sementara woodpecker bersibuk ria mengintip serangga di ceruk" pohon. Tidak peduli keadaan sekitar. Sangat egois. Acuh tak acuh.
Siang ini teramat panas. Membakar sampai ke ubun". Berteduh seperti ini sangat membantu menetralkan suasana. Terlebih hatiku . Terlebih perasaanku.
Beruntung. Beruntung aku masih terselamatkan. Tapi, ah! tak sepantasnya aku mengatakannya. Tidak tahu malu. Sangat egois seperti woodpecker. Aku pucat. Tersentak.
Bagaimana bila Tuhanku marah padaku? Azabnya pedih tak terperi.
O, Tuhan ampunilah aku, terimalah aku...
Sungguh, saat ku genggam jari jemariku, hatiku berdesir kencang ...
Apakah aku tlah menjadi hamba yang bersyukur atau kufur?
O, Tuhan, maukah kau memelukku? Memeluk harapan"ku?
Saat sembap mataku, saat air mata menggenang di pelupuk mataku. Udara menerpa dan mencium wajahku. Luruh.
Aku luruh dan bersimpuh di hadapan-Mu.
Ciumlah aku!
Peluklah aku!

Read more...

Dingin!

Apa yang tersisa dari malam" panjang selain gelap dan dingin?
Embun. Proses pembekuan uap air dari makhluk hidup yang dianugerahi nikmat oleh Tuhan. Lidahmu hanya merasakan rasa materi. Rasakan selagi kau bisa. Maka, tak ada yang lebih bodoh daripada orang yang selalu berbicara tanpa disertai akal dan hati.
Makna.
Hikmah.
Sangat sedikit orang" menemukannya. Sangat beruntung bagi yang mendapatkannya. Rayakanlah keberhasilanmu!
Luapkan.
Kerna ia wujud kasih sayang Tuhan kepadamu.

Read more...

Khalid!

Bahaya!
Silau!
Korona matahari terlalu menyilaukan untuk dilihat dengan mata telanjang. Jangan tertantang untuk melihatnya secara langsung tanpa bantuan alat. Tanpa alat tersebut matamu akan buta. Terjadi pada saat gerhana matahari total. Tak pernah jemu bola gas matahari berpijar.
Jilatan lidah apinya mampu menjangkau ribuan kilometer hingga di dua kutub bumi yang berbeda. Menjelmalah aurora bak pelangi menari di langit malam gulita penuh bintang. Matahari pun membagi cahayanya kepada planet" lain dan bulan". Kehangatan. Pendaran cahaya.
Indah...
Bukan. Bukan maksud Khalifah Umar meragukan kemampuan Khalid. Tidak juga benci. Beliau hanya ingin merotasi pimpinan dalam pasukan kaum muslimin. Beliau tidak pernah meragukan kepemimpinan Khalid bin Walid. Beliau juga tidak ragu dengan loyalitasnya. Hanya satu. Beliau tidak ingin kaum muslimin mengkultuskan Khalid. Kemenangan yang diraih kaum muslimin bukan semata" Khalid. Adalah Abu Ubaidah ibnu Jarrah ra yang menggantikannya.
Sangat elegan. Penuh kharisma.
Saat Khalid berkata,"Aku berjuang karena Allah, bukan karena Umar".
Indah, bak cahaya yang melesat jauh, tetap terpancar dengan anggun.
"Mahasuci Allah yang telah mewafatkan Abu Bakar, Mahasuci Allah yang telah menjadikan Umar menggantikan Abu Bakar. Sungguh, Abu Bakar lebih aku cintai daripada Umar, dan Umar tidak lebih aku cintai daripada Abu Bakar."
Disinilah kejujuran.
Disinilah kebijaksanaan.
Disinilah kewibawaan terpancar.
Saat Umar berkata,"Sungguh, para wanita tidak akan melahirkan kembali laki-laki seperti Khalid"
Saat hembusan nafas terakhir, saat ia terbaring di tempat tidur. Bukan di medan laga. Meninggalkan bekas luka. Sabetan pedang, tusukan tombak dan panah. Tujuh puluh banyaknya.

Read more...

Pencuri!

"Tangkap! tangkap pencuri itu!"
"Ia berlari ke arah sana!", teriaknya sambil mengacungkan telunjuknya ke salah satu sudut gang. Diikuti beberapa orang, ia segera mengejar buruannya. Tersengal" nafasnya. Sementara yang lain mendengus tak keruan. Sial. Buruannya terlalu cepat. Lepas.
...
Nah, kawan! aq tutup ceritanya sampai di sini. Aq memang tak ingin bercerpen. Itu hanya 'coba-coba' seandainya aq membuat cerpen. Membuat kalimat langsung tak mudah juga. Meski membuat alur cerita ternyata lebih sulit. Menulis cerita tak seperti bercerita (baca: mendongeng). Lebih banyak ragu". Corat-coret. Hasilnya kaga jadi.
Begitulah kawan. Kau kan tau bedanya. Susahnya. Seluk beluknya. Sekaligus nikmatnya.
Kala kau tertarik, cobalah. Tak perlu menunda. Tak perlu ragu. Menulislah, meski satu dua.
Common!

Read more...

ALI!

Awas, hati"! ini bukan penipuan. Jelas. Ini bukan penyalahgunaan. Namanya Ali!
Bukan. Ia bukan petinju legendaris Muhammad Ali!
Bukan. Ia bukan tokoh khayalan Ali Baba!
Ia hanya seorang mahasiswa Departemen Matematika FMIPA UI.

Ali! begitulah kami memanggilnya.

Pernah jadi tutor btaLA. Ngajar math. Periang. Girang. Giras. Suka nyerocos. Suka ketawa ketiwi. Garing!
Obsesinya ke Amerika, tapi itu dulu. Pengen jadi menteri, buat buku sekian sekian. Tapi itu dulu. Punya banyak buku, wara wiri ke toko buku, ketemu tokoh jurnalis, bikin tulisan, merenung, trus ngeblog. Sebagian masih, sebagian lagi TIDAK. Lebih banyak tidak.
Dulu di btaLA, penetap yang tak pernah diam. Tidur sembarangan. Pake matras, pake kipas (angin), pake buku pula, pake tank top, eh salah, laptop!
Aneh!

Ali!begitulah kami memanggilnya.

Rambut sedikit ikal, bergelombang. Jangkung kurus. Berkacamata. Berparfum casablanca. Sawo matang. Suka berjins ria dengan kaos putih plus kemeja biru bergaris. Kancing" dibiarkan lepas agar dilibas angin nampak berjumbai bergelombang. Penuh elegan (preketieeeuuuuuw....!) Nah lho!

Ali!begitulah kami memanggilnya.

Kosong. Sepi. Ali! minggat. Ga ngajar lagi. Sekarang konsentrasi kuliah. Konsentrasi teknologi. Fokus komputer. Tawanya masih garing, tapi tlah kehilangan daya magis. Senyap. Lenyap. Lemari pakaiannya masih 'tergeletak' kokoh di btaLA. Pakaiannya juga ada. Buku" juga masih ada. Hanya tokohnya sudah 'tiada'.
Eksis. Ia tetap ngeblog. Terakhir berjumpa dengannya tengah berkompetisi di kompetiblog. Surprise! Survive!

Ali!begitulah kami memanggilnya.

Persahabatan itu takkan lekang. Takkan pupus. Takkan pudar. Takkan lenyap ditelan masa. Kokoh bagai karang. Bagai samudra. Bagai badai. Bagaikan matahari nan setia menghangatkan bumi.
Jangan!
Jangan sangka daku kehilangan daya magisnya.
Jangan pernah lupakan kami.
Kembali!
Kami kan segera kembali. Tuk berjumpa.
Ali!begitulah kami memanggilnya.

Read more...

ONLINE

Powered By Blogger

About This Blog

Lorem Ipsum

Our Blogger Templates

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP