kematian dan sang waktu

>> Thursday 23 June 2011

nampak menyeramkan bila saia mengetengahkan tema ini.
tapi apa boleh buat toh karena ini yang semua orang akan rasakan, dari jaman baheula hingga kiwari.
moga-moga sobats semua tidak merasa gentar dengan membaca tema kali ini. enjoy aja lagi.


Ada kedekatan dan kesamaan antara kematian dan sang waktu. Betapa kematian telah menjadi pemutus berbagai kenikmatan. Kenikmatan yang telah dinikmati oleh para raja dan rakyat jelata. Kenikmatan yang tlah dinikmati oleh orang-orang kaya maupun miskin papa. Kenikmatan yang tlah dinikmati oleh para negarawan maupun para tiran.


Maka waspadalah terhadap sang waktu, dan siap siagalah terhadap kematian yang sewaktu-waktu bisa hadir di pelupuk mata, tanpa pernah ada pemberitahuan sebelumnya. Tapi bukankah tanda-tandanya tlah kita rasakan bersama?


*pagi hari yang sejuk di Kota Malang
renungan tuk masa depan [dunia karya n cita]

Read more...

engkau tetap sahabatku

>> Tuesday 21 June 2011


dia adalah sahabatku bahkan lebih  
dia adalah yang diburu…datang padaku
sekedar lepas lelah dan sembunyi 

(Iwan Fals)


tau kan arti sahabat? arti sebuah persahabatan? tentu lebih dari sekedar sebuah pertemanan,, karena ia nampak seperti saudara dekat,, punya ga?

selama hidup, tiap 'zaman' saya selalu punya sahabat, dan biasanya hanya satu orang, dan selalu laki-laki, sedangkan sahabat wanita tidak ada, mungkin lebih bagus dijadikan teman saja, entah kenapa (*mungkin dari sononya gitu,

Sahabat-sahabat saya itu bertebaran dimana-mana. Ada yang satu kota, ada juga di kota lain. Sejak sekolah dasar hingga saya kuliah, dan ngantor di kantor pemerintah, selalu ada satu orang sahabat yang berkesan. Untuk orang per orang yang berkesan adalah saat di kampus, dan saat saya menjadi tutor di daerah Lenteng Agung. Itu adalah pengalaman berkesan yang luar biasa. Dan sekarang Allah swt menganugerahkan seorang sahabat pada saya di kantor.

tapi, saya pernah punya tim sahabat, bertujuh, dan hanya sekali dalam hidup, masing-masing berinisial HS, PM, Y, TS, DK, dan MF, terakhir saya sendiri. Hanya dua orang yang berstatus sebagai PNS yakni saya dan MF. Yang lain, HS sebagai agen properti, PM karyawan bank di Bogor, Y karyawan penerbitan, TS wiraswasta dan DK sebagai karyawan otomotif. Semuanya bertempat tinggal di kota yang sama kecuali DK yang sekarang menetap di Medan. Saya namakan tujuh orang ini sebagai tim "al-fath" artinya kemenangan, sekalipun kami tidak pernah menamai tim ini. Tapi saya terlanjur suka.

Dan selama hidup saya, keenam orang ini menempati bilik hati saya tersendiri dibandingkan teman-teman lainnya. Entah kenapa, tiap kali bertemu dengan mereka saya selalu dengan mudah melayangkan senyuman, hangat berjumpa, menanyakan masing-masing keadaan diri dan keluarga.

Mereka tidak pernah marah, sama sekali. Tidak pernah berkata-kata kasar, dan tidak pernah menyakitkan, sedikitpun. Tidak ada dendam, tidak ada kesumat, tidak pernah menyinggung kekurangan kami. Kami lebih suka bersinergi. Saling bekerja sama. Saling menopang. Saling menanggung. Tersenyum merekah. Saling berbagi kehangatan. Saling berbagi cerita dan senantiasa ceria.

Ya, dibandingkan teman-temanku yang lain, mereka berenam lebih ku sayangi. Kedekatanku dengan mereka lebih erat dibandingkan lainnya, entah kenapa. Maka saya pun kehilangan mereka tatkala berpisah karena menjalani pekerjaan masing-masing atau menjalani kehidupan bersama keluarganya.

Sebenarnya saya juga punya tim lain yang hampir sama dengan tim sahabatku yang enam ini. Mereka ada di daerah Lenteng Agung saat saya menjadi tutor dan saat saya belajar bahasa arab di UI. Mereka semua adalah sahabatku, dan tetap sahabatku.

Dan sekarang saya benar-benar kehilangan mereka. Sangat kehilangan bahkan.
Adakah Allah swt memberiku pengganti sahabat-sahabatku itu? Kalaulah tidak semua maka cukuplah satu orang sebagai sahabat sejati. Tapi saya akan tetap mengingat mereka selamanya. Semoga Allah swt merahmati mereka dan menyayangi mereka semua, para sahabatku tercinta. Enam orang sahabatku, al-fath. Juga sahabat-sahabat ceria di Lenteng Agung. Juga sahabat-sahabat ceriwisku di kelas bahasa arab LBI UI, terutama sang pengajar favorit kami, Miss Gina.


I LOVE YOU FULL


dan, kau bagaimana dengan dirimu sobats?

**dunia karya dan cita
selasa yang hening.

Read more...

Surga di Telapak Kaki Ayah

>> Wednesday 15 June 2011


Ayah sering membuatku terpesona tiap kali berbincang dengannya.
Kata-katanya tak puitis, tapi penuh kejutan. Tiap celetukan Ayah seringkali diluar dugaan. Kadang bijak, tapi tak jarang juga canda tawa keluar dari mulutnya yang tak tersentuh kopi dan rokok itu.”

“Ayah pernah bilang kalau Ayah tak pandai berkata-kata. Ayah paling malas jika diminta untuk berbicara di depan khalayak ramai. Maka, melalui buku ini, aku ingin berbagi tiap kata Ayah yang menurutku menarik dan mengandung hikmah. Jadi, Ayah tak perlu malu untuk berbicara di depan umum lagi karena Kumpulan Kisah Tentang Ayah ini akan mewakilinya.”


{ي ا و ا ل د ي}


Ayah dan Ibu adalah dua sosok yang berperan dalam kehidupan kita. Meskipun keduanya atau salah satunya telah tiada maka sosok mereka akan senantiasa hidup dalam memori dan jiwa sang anak. Tatkala mereka masih berada di sisi kita, betapa keduanya begitu kuat mempengaruhi perjalanan hidup dan kehidupan jiwa kita. Berjuta-juta kasih sayang mereka merah merona pada wajah kita. Berjuta-juta kasih sayang keduanya bak salju yang turun membasuh dan melumuri tubuh kita. Cantik, sejuk dan elegan. Maka bayangkanlah raut wajah keduanya. Guratan raut wajahnya yang membekas dan membayangi kita. Baik di saat kebersamaan itu masih ada maupun ketika mereka telah tiada. Maka biasanya hati yang keras membatu seketika luluh begitu saja tatkala bayangan keduanya hadir di pelupuk mata. Membayangkan sorot mata keduanya yang teduh seketika membuat tulang belulang kita bergetar. Persendian menjadi lunglai lalu terduduk sambil berderai airmata.

Ada banyak ekspresi untuk mengungkapkan kerinduan sang anak terhadap mereka. Ekspresi itu bisa tertuang dalam secarik kertas yang melukiskan kerinduan, kehangatan dan kasih sayang. Secarik kertas itu bisa berupa rangkaian cerita pendek, novel atau bahkan sebuah lagu. Maka apapun bentuk ekspresi itu, sang anak berharap kerinduan itu terlunaskan dan tersampaikan meski tak terdengar secara ragawi karena terhalang oleh ruang dan waktu. Lukisan kerinduan yang membuncah dalam dada sebagai pesan kepada Tuhan, “tolong sampaikan rinduku padanya.”

Apa yang dituangkan oleh penulis merupakan ekspresi cinta. Cinta kepada sang Ibu dan cinta kepada sang Ayah. Dan kini, cinta itu ‘hanya’ terwakilkan kepada sang ayah, karena sang ibu telah tiada. Dan tentu saja, ini pun ekspresi cinta kepada sang ibu. Apapun jua. Karena sosok ibu tak kan pernah tergantikan. Sepanjang hayat, sepanjang masa.

Keagungan inspirasi. Hm, memang begitulah adanya. Dorongan kuat yang menjadikan para penulis senantiasa mengambil inspirasi dari orang-orang terdekat mereka, terutama dari Ibu dan Ayah. Sebagaimana goresan Andrea Hirata dalam buku “Sang Pemimpi”, buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi:
“Untuk Ayahku Seman Said Harun, Ayah juara satu seluruh dunia.”
 Lihatlah juga tulisan Ahmad Fuadi yang tergurat dalam buku “Negeri 5 Menara”:
“Untuk yang mulia Amak dan Ayah yang telah ‘memaksa’ anaknya untuk masuk pondok. Awalnya sebuah keterpaksaan tapi lalu menjadi kesyukuran.”
Begitu juga bagi Iwan Setiawan yang mempersembahkan kenangannya dalam buku “9 Summers 10 Autumns”:
“Untuk Ibuk, untuk Bapak.”

Ibu dan Ayah. Sosok wanita dan lelaki yang telah hadir dalam kehidupan kita, dan bersedia untuk menjadi orangtua bagi kita. Karena itulah sang penulis berusaha sekuat-kuatnya merekam jejak kebersamaannya dengan sang Ayah, ketika kenangan bersama sang ibu telah terlewati oleh sang waktu. Meskipun sebentar saja. Meskipun tidak semua tertuang dan terungkap melalui pena, itu semua sudah lebih dari cukup ‘tuk katakan, “Aku menyayangimu, Ayah.”

Nanti, saat sang anak telah dewasa, maka kebersamaan dengan mereka akan terasa begitu lekat. Maka, jenak-jenak kehidupan bersama mereka akan selalu teringat dan dirindukan selamanya. Dan kasih sayang itu takkan tergantikan dengan apapun. Maka, terinspirasilah kita dengan sang ibunda, maka terinspirasilah kita dengan sang ayahanda. Seolah-olah sosok mereka hadir di pelupuk mata, tiap kali kenangan itu muncul dalam diri kita.

Penulis ingin berbagi dan bercerita, kasih sayang itu bukan utopia. Bukan sekedar kata-kata. Karena lembutnya hati mampu menjadikan setiap peristiwa sangat berarti. Sang ayah tak pernah berkata-kata kasar padanya. Maka tatkala ada orang lain yang menyemprotkan sumpah serapahnya, jiwanya damai. Dan tanpa sadar airmatanya menetes. Ia menangis. Kedamaian itu tak menjadikan ia membalas kekasaran dengan kekasaran.

Ketidaksempurnaan itu ada pada manusia. Kita bukan pencipta. Dan sosok sang ayah memahami ketidaksempurnaan itu. Sang ayah hanya berusaha agar anak-anaknya tumbuh baik dalam lingkungan keluarga. Maka, bermain kartu adalah tabu, meskipun ‘cuma’ mengisi waktu.

Siapa bilang ‘obrolan’ itu sia-sia. Coba tanyakan pada penulis buku ini. Sederet kalimat obrolan hanya akan menjadi bincang-bincang biasa tanpa ruh, bila ia hadir tanpa prinsip yang kokoh. Pembahasan tentang pernikahan, hewan-hewan piaraan dan memenuhi janji pada orang lain, akan sangat kuat terekam bila prinsip dan kesungguhan itu menjadi pilar yang tersusun kokoh dan ajeg. Seberapa besar komitmen kita pada orang lain, maka biasanya sebesar itu pula kesungguhan kita padanya. Oleh karena itu janji hanya sekedar janji belaka, tanpa ekspresi, padahal waktu terus berlari.

Pulang malam bagi sebagian orang-orang adalah biasa. Tapi tidak demikian baginya. Ini bukan perkara biasa. Bukan karena kau hanyalah seorang wanita. Tapi lebih karena ayah ingin memuliakanmu, Nak. Ayah ingin kau beranjak dewasa dengan pemikiran sebagai seorang ibu yang tengah mengasuh anak-anaknya. Kalaulah tidak saat ini, maka anak-anakmu yang akan mewarisi kearifan pemikiran dirimu. 

Nak, jangan kotori paru-paru serta rumahmu dengan merokok. 
Dan, siapkanlah dirimu untuk menjadi pendamping setia bagi pasanganmu kelak. Cintailah pasanganmu dengan sepenuh jiwa. Karena cinta itu sebuah anugerah maka curahannya pun datang dari Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahaperkasa. Mungkin begitulah petuah sang ayah kepada penulis.

Kenangan bersama ayah meskipun ‘hanya’ sehari akan memberi inspirasi setiap hari. Karena ketulusan itu sangat terasa pada jenak-jenak  yang tertinggal. Seperti suasana perjalanan menjelang malam dalam kereta. Sarat inspirasi. Cukuplah kenangan itu menjadi tanda bahwa ia menyayangiku.

Tatkala taman dan wewangian surga terasa dekat begitu nyata, apalagi yang kau pikirkan? Segeralah bergegas tuk menyongsongnya. Jangan bergeming terlalu lama. Tatkala Kanjeng Nabi SAW menyebut tiga kali berbakti kepada sang ibu, bukan berarti seketika pupus jika ia tiada. Sang ayah adalah pemilik terakhir penyebutan itu, meski hanya satu kali. Penulis tidak sedang mengeluarkan ‘hadits’ baru, tidak pula tafsir baru. Curahan hati pada sang ibu, terwakili pada ayah tercinta dan tergoreskan pada satu tema: Surga di Telapak Kaki Ayah.

Pada sosok pria bertubuh gembul itu. Yang tak ditemukan guratan kesedihan di wajahnya. Dan selalu melayangkan senyuman terbaiknya. Maka oleh sang penulis buku ini dipersembahkan untuk sang ayah sebagai, “Sebuah Kado untuk Ayah …”


***Tak ada gading yang tak retak
Sebagai sebuah awal yang bagus untuk menjadikan buku sebagai sebuah tulisan dan bacaan bernas, membangun dan cerdas. Maka tak ayal, tulisan dan bacaan seringan apapun akan menambah bobot si pembaca dalam membentuk pola pikir dan tingkah laku. Bertindaklah dewasa dan anggun agar kelak anak-anak kita tak berkilah bahwa ‘sang terdahulu’ tidak meninggalkan jejak kebaikan sedikitpun.
Selamat membaca dan menikmati petualangan ‘hikmah’ dalam buku ini.

Read more...

"Ibunda" [Yodi]

>> Tuesday 14 June 2011

Sontak aku terdiam.
Kerongkonganku tercekat.
Mendadak aku larut dalam sedih.
Mendadak aku menangis. Tapi sekuat apapun aku menahan air mata agar tak tumpah, nyatanya dorongan empati yang luar biasa dalam menyebabkan aku tak kuasa berlinangan air mata. Hanya karena ada dua keponakanku yang masih kecil disampingku aku sanggup tidak sesenggukan di depan mereka.


Yodi. Aku tak tahu nama lengkapnya.
Nama itu nampak sederhana di telingaku.
Perawakannya pun biasa saja. Tipe anak-anak jalanan. Tidak jangkung , tidak pula pendek. Mungkin setinggi perawakannya denganku. Kulitnya sawo matang. Raut wajah yang mengguratkan perjuangan hidup yang tak mudah.

Sayu matanya. Agak gondrong rambutnya. Biasa saja suaranya. Namun irama yang disenandungkan mampu membuat hening seluruh pemirsa yang hadir saat itu, begitulah yang aku saksikan. Bahkan beberapa dari mereka sampai menitikkan airmata. Andaikata tidak dalam suasana ramai dan formal, saya yakin mereka semua yang hadir akan menangis.


Ini bukanlah sebuah kebetulan. Aku yakin.
Allah Yang Mahalembut tengah 'memainkan' perasaan dan jiwaku dan orang-orang disekitar Yodi.


Bila harus mengingat satu nama yang pantas untuk dikenang, dan satu sosok yang tak pernah tergantikan dalam hidup ini, maka satu nama dan satu sosok itu ialah "IBU" kita.
Kehadirannya membawa kehangatan. Senyumannya meredakan kegalauan. Kasih sayangnya berjuta-juta laksana curahan salju nan lembut menerpa wajah kita.



Itu pulalah yang dibawakan oleh Yodi, sebuah persembahan tuk "Ibunda" tercinta yang tlah tiada. Karena Yodi kini 'hanya' berdua bersama sang ayahanda di sebuah 'rumah' kontrakan. Sederhana. Teramat sederhana bahkan.
Yodi tlah putus sekolah meskipun keinginannya tuk melanjutkan kembali tetap ada. Yodi kini mesti membantu sang ayah dengan mengamen dari satu bus ke bus lain, dari terminal satu ke terminal lainnya. 'Hanya' untuk sesuap nasi dan masa depan yang tak pasti.


Tapi Yodi tak mau menyerah. Baginya hidup terlalu mahal bila hanya diratapi. Maka diapun berjuang dengan cara yang ia bisa. Dan sang ayah pun mengajarkannya bermain gitar. Sangat sederhana. Sangat bersahaja. Bahkan mungkin hanya itu yang ayahandanya bisa lakukan terhadap buah hatinya, Yodi. Namun Yodi yakin suatu saat nanti ia bersama sang ayah mampu merajut kehidupan ini dengan indah.

Inilah petikan syair tuk "IBUNDA' oleh Yodi:

Detik ini ku ingat lagi tentang dia
Ku rindu belaian dengan kasih sayangnya
Hangat peluknya buat ku terbang
Melalang buana dengan sejuta rasa yang indah

Reff:
Kau pelita hatiku selamanya kan ku tunggu
Namamu selalu harum di dalam sanubari
Kau sosok yang terindah yang ku sayang dan ku cinta
Pena di jiwaku tlah tuliskan satu nama hangat kau Bunda

Kapan kau pulang kapan kau datang
Sosokmu tak akan tergantikan
Tuhan sampaikan rinduku padanya
Sungguh ku ingin memeluk erat tubuhnya


**dunia cita & mimpi
[diambil dari setting acara KickAndy, jum'at 10 juni 2011]
teruslah berkarya dan bercita sobat!
Selasa, 140611.

Read more...

Separuh Nafasku

>> Tuesday 7 June 2011


Separuh nafas ku terbang
Bersama dirimu
Saat kau tinggalkanku
…salahkanku
Salahkah aku
Bila aku bukanlah
Seperti aku yang dahulu
Ada makna tergali… dari sini
dari pertikaian yang terjadi…
Kau hancurkan diriku…
Bila kau tinggalkan aku…
Kau Dewiku…
Kembalilah padaku
Bawa separuh nafasku
Kau Dewiku…

Hi ... ini bukan cerita tentang si dia, atau kekasih yang telah pergi menjauh, oh .. tidaak!
Separuh nafasku pagi ini tertahan oleh cita-citaku ke Eropa, tepatnya Inggris. Semoga bila tak ada aral melintang aku akan berangkat tahun ini. Meninggalkan jejak di Depok dan sekitarnya. Separuh nafasku akan ku bawa pergi. Dan akan ku satukan di sana, aamiin ... 

Well, apapun akan ku lakukan demi membawa pergi separuh nafasku. Ehm, ini serasa berjalan mendaki ke puncak gunung, sungguh melelahkan, dan belum tampak bukit-bukit yang landai, tempat aku melonjorkan kaki dari penatnya perjalanan. Menaruh beban yang semakin banyak dan bertumpuk. Lalu aku dirikan tenda di sana beberapa saat hingga kekuatanku pulih kembali, dan siap melanjutkan perjalanan.

But, non sense. Ini rasanya mustahil. Tak mungkin ada bukit yang landai sampai kita menemui puncak gunung, tempat cita-cita kita. Ini ibarat pertarungan hidup dan mati. Sedikit saja mengalah maka tertutup sudah harapan.

Ini ibarat melangkah di atas bara api. Waswas, waspada, penuh keteguhan, tapi juga harus dengan kecepatan. Cepat, cepat dan cepat. Tidak ada kata istirahat. Tidak ada kata mundur. Mundur berarti hancur lebur, wedeehh serem amat yak ^^

Mungkin dalam mengejar mimpi dan cita harus punya imajinasi tentang cinta. Mimpi dan cita seperti sepasang kekasih yang saling merindu. Hadeuuhh.. mulai dechh . Mereka harus disatukan dengan semangat dan 'perjuangan'. Bagai samurai dan katana. Tak terpisahkan.

Kini, kau tau sobats, separuh nafasku akan pergi, membawa asa ke langit tinggi, menembus taman-taman surgawi, mencari celah di langit sambil meliuk dan menari, mengetuk pintu Arasy lalu menggoncang singgasana Rabbku Yang Mahatinggi. Dan, disana, separuh nafasku tersengal seraya memohon kepada Rabbku agar dia disatukan dengan separuh nafasku yang lain. Disatukan di sebuah negeri yang jauh dari negeriku dilahirkan dan dibesarkan. Bukan di Indonesia. Melainkan di Inggris. Di sebuah universitas ternama di dunia.

Pending. Belum ada jawaban dari Rabbku. Karena separuh nafasku kini masih berjibaku dengan rintangan dan tantangan, hingga saatnya aku memastikan diri bahwa aku layak meraih mimpi dan cita tersebut.

Oh, separuh nafasku yang entah dimana. Semakin ku cari semakin jauh. Terbang melayang hilang ku pandang.

Aku berlari sepenuh tenaga. Tiada henti. Biarlah terjatuh. Biarlah berdarah. Biarlah terluka. Biarlah semuanya terjadi, asalkan Rabbku ridho padaku. Asalkan mimpi dan citaku tergenggam erat selamanya. Dan aku bisa memeluk separuh nafasku kembali.
...
Ada makna tergali… dari sini
dari pertikaian yang terjadi…
...
Kembalilah padaku
Bawa separuh nafasku


**saat kembali.

Read more...

[mimpi] Laskar Pelangi

>> Monday 6 June 2011

Mimpi adalah kunci
untuk kita menaklukkan dunia
berlarilah
tanpa lelah sampai engkau
meraihnya
laskar pelangi
takkan terikat waktu
bebaskan mimpimu di angkasa
raih bintang di jiwa
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya…
cinta kepada hidup
memberikan senyuman abadi
walau ini kadang tak adil
tapi cinta lengkapi kita
laskar pelangi
takkan terikat waktu
jangan berhenti mewarnai
jutaan mimpi di bumi
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya…
kalau denger lagu ini, entah kenapa selalu punya energi mimpi yang meletup-letup (*sayangnya belum meledak dan membahana hingga ke langit, lalu merekah awan, he.
Dunia anak-anak memang selalu mendekatkan kita pada mimpi dan cita-cita sepolos apapun bentuknya. Itu yang ku suka dari dunia mereka. Suatu saat Ki Dalang alias Sutidjo Djiwo yang menjadi co-host dadakan dengan Andy F Noya di Kick Andy pekan lalu mengatakan kira-kira begini, "mungkin kita harus memiliki sifat kekanak-kanakan kembali, agar semangat kreatifitas itu selalu ada". Meski saya juga tak sepakat bila sifat kekanak-kanakan diidentikkan dengan kemanjaan, merajuk, dan kenakalan, meskipun itu tak bisa dipungkiri.




Nah, kini setelah kita semua sudah dewasa, apakah masih terpikir semangat kreatifitas? semangat bermimpi dan bercita-cita? ah, betapa manisnya hidup ini bila setiap orang seperti anak-anak, semua bercita-cita dan semua bermimpi besar.



tapi ada satu hal yang membuat saya salut setinggi-tingginya dan sangat kagum terhadap dunia anak-anak, yaitu: kepolosan. Kepolosan, sebagai kejujuran anak-anak. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak-anak tidak perlu kilah dan alasan agar orang-orang dewasa mempercayainya. Mereka jujur. Mereka terus terang. Mereka polos. Sepolos hatinya. Sepolos jiwanya.



dan saya selalu mengapresiasi setiap karya dari anak-anak, kenapa? karena karya mereka bisa dipastikan original, asli! oleh karena itu wahai orang dewasa, tolong jangan kau kotori perilaku dan jiwa mereka dengan keburukan. Jauhi mereka dari sesuatu yang membuatnya terluka. Tanamkan dalam jiwa mereka kebaikan. Kebaikan yang menjadikan mereka tumbuh dan berkembang sentosa. Sebaik-baik jiwa mereka.




hoho ... betapa asiknya menjadi anak-anak, tapi ... tak selamanya kita menjadi anak-anak kan? bahwa kita juga beranjak dewasa, itu keniscayaan. Bahwa kita menua pun tak perlu dipungkiri. Hanya saja bisakah kita tetap memelihara semangat mereka terus dalam diri kita. Memelihara jiwa kekanak-kanakan yang pernah kita kenyam sebelumnya agar kita semua selalu bercita-cita, agar kita juga mampu bermimpi untuk terus dekat dengan Rabb, Allah swt.




yuk mari ... tak perlu ragu. Siapa pun kamu, pasti mau menjadi orang-orang yang terbaik sepanjang zaman, bukan pecundang. Karena sepanjang sejarah orang-orang besar, mereka selalu punya mimpi dalam hidup dan kehidupan mereka, mereka memeliharanya sedari kanak-kanak. Jangan terjebak dengan bakat. Karena bakat hanya bonus dari Tuhan, selebihnya kita sendirilah yang mendayagunakan potensi diri. yuk mari sobats!

**
[azzam juga manusia]

Read more...

Jelang Ramadhan 1432 H

>> Friday 3 June 2011

 
اللّهم بارك لنا في رجب و شعبان وبارك لنا في رمضان
"Ya الله berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban,
dan berkahilah kami dalam bulan Ramadhan"

Kamis, 2 Juni 2011.

Siang itu saya mendapat sms dari adik yang menetap di Srengseng Sawah. Isinya mengingatkan saya tentang pergantian waktu yang sebentar lagi beralih dari Jumadil Akhir ke bulan Rajab. Tepatnya saat azan maghrib kamis malam berkumandang maka kita, kaum muslimin telah memasuki salah satu bulan haram, sekaligus 2 bulan menjelang bulan suci Ramadhan. Plus, doa yang disunnahkan untuk dibaca saat kita berada dalam bulan Rajab dan Sya'ban hingga kita diberikan kesempatan oleh الله untuk berjumpa kembali dengan bulan suci Ramadhan. Sebuah pesan yang membuat saya pribadi terperanjat meskipun tidak seharusnya begitu. Tak terasa waktu bergulir dengan sangat cepat. Bahkan tatkala saya masih harus melakukan perbaikan diri karena masih banyak 'pekerjaan' yang harus terselesaikan tahun ini. Persis benar apa yang disampaikan oleh sang cendekiawan besar dunia Islam, yang memperoleh syahid dalam perjuangannya, yakni Hasan al-Banna,

الواجبات أكثر من الأوقات
"Kewajiban-kewajiban yang kita miliki jauh lebih banyak daripada waktu yang tersedia"

الله pun telah mengingatkan kita,seluruh manusia, alias bani Adam untuk senantiasa mawas diri terhadap waktu. Dalam alQur'anul Karim, secara khusus الله menuangkannya dalam satu Surah tersendiri, yakni Surah al'Ashr yang bermakna "Demi Masa". Waktu terus bergulir dan kebanyakan manusia lalai. Dan tak ada yang mampu membunuh sebuah peradaban dengan begitu cepat dan menyeramkan kecuali "sang waktu" itu sendiri. Ya, "sang waktu" pula yang menggilas para raja. Semua peradaban, baik yang harum namanya maupun yang kotor, telah tumbang oleh berjalannya "sang waktu". Maka tak heran pula bila masyarakat Arab mengibaratkan "sang waktu" sebagai sebilah pedang yang tajam,
الوقت كالسّيف إذا لم تقطعه قطعك
"waktu ibarat pedang, jika engkau tidak memotong dengannya, 
pasti ia akan memotongmu"

Begitu pula Nabi SAW sudah mewanti-wanti bahwa manusia akan lalai terhadap ni'mat yang الله berikan, terutama ni'mat sehat dan waktu luang. Oleh karena itu waspadalah terhadap penghancur segala kenikmatan, yang akan menggilas sebuah peradaban, dialah "sang waktu". Maka, mulai detik ini, mari kita tekadkan untuk mengoptimalkan seluruh waktu yang kita miliki, dengan menanamkan berbagai macam kebaikan kepada siapa saja. Apapun bentuknya. Dimanapun kita berada. Karena kita sendiri takkan pernah tahu kapan "sang waktu" akan merenggut kenikmatan yang sedang kita nikmati. Cepat atau lambat ia 'kan segera menghampiri. Dan, untuk ini, Rasulullah saw menganjurkan untuk senantiasa berlindung kepada الله agar terhindar dari kesia-siaan waktu, sekaligus memohon kepada الله agar seluruh hidup dan kehidupan kita bernilai kebaikan,


اللّهم اجعل خير عمري اخره وخير عملي خواتمه
وخير أيّامي يوم ألقاك فيه

"Ya الله jadikan umur terbaik hamba di penghujungnya, jadikan amal terbaik hamba di penutupnya, jadikan hari-hari terbaik hamba saat bertemu dengan-Mu"

Ingin rasanya berteriak pada semua orang tuk sekedar mengingatkan bahwa waktu telah sedemikian cepat hingga membuat kulit yang tadinya mulus menjadi berkerut. Rambut yang tadinya hitam berkilau kini perlahan telah memutih. Mata yang tadinya tajam kini perlahan telah mengabur. Gigi yang tadinya lengkap dan kuat, kini satu persatu mulai tanggal dan hanya menyisakan sedikit saja dalam gusi. Ingin rasanya berseru pada semua orang bahwa saya dan mereka akan segera memasuki bulan suci Ramadhan. Yang akan membaluri kita dengan rahmah dan ampunan-Nya, bila saya dan mereka bersungguh-sungguh menjalaninya dengan keimanan dan kesungguhan.


Nah, kalau sudah begitu (*apanya yang sudah?! he*), mari kita semua bersiap-siap menyongsong bulan Ramadhan dengan persiapan yang lebih baik dibandingkan persiapan kita tahun lalu. Bukankah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin? So, tidak perlu menunggu lama sobats, mulai detik ini lakukan perbaikan, apa saja, agar kebaikan tersebut mampu menambah bobot kita di hadapan الله.

Akhirnya, dengan memohon bimbingan dan petunjuk الله kita harapkan bahwa saya dan sobats mampu menjadikan Ramadhan kali ini sebagai salah satu memori terindah dalam hidup dan kehidupan kita. Mari kita ucapkan selamat datang kepada bulan suci Ramadhan dengan penuh kegembiraan,

أهلا و سهلا يا رمضان
"Selamat datang wahai bulan Ramadhan"

sabtu dini hari.
azzam.

Read more...

ONLINE

Powered By Blogger

About This Blog

Lorem Ipsum

Our Blogger Templates

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP