Hari Pertama di Telaga Gaza

>> Saturday 6 August 2011

Siang yang terik di hari pertama bulan Ramadhan telah memanggang jalanan dan bumi tempatku berpijak. Perlahan ku kayuh roda sepeda menuju telaga dekat rumah. Ingin ku rasakan airnya yang dingin. Sesuatu yang sering ku lakukan semenjak aku mengenal telaga ini. Perlahan tapi pasti kukayuh sepeda mendekati tepi telaga. Telaga ini adalah telaga yang sama dengan telaga dimana nenek moyangku mengambil manfaat dari airnya. Telaga yang tetap dijaga hingga saat ini. Airnya yang segar dan tampak jernih di pagi hari itu tak pernah menyusut sedikitpun, meski telah berlalu beberapa generasi. Dan, kini sebagai generasi ke sepuluh, aku telah menikmati segarnya air telaga. Kesegaran yang terlunaskan setelah seharian bekerja di kota yang penuh polusi dan debu-debu jalanan. Telaga itu adalah Telaga Gaza, tempat pertemuan para pejuang yang pernah berziarah ke daerah Gaza, Palestina, saat negeri itu koyak oleh para penoda sejarah kemanusiaan. Dan para pejuang itu adalah nenek moyangku para pribumi dari negeriku, Indonesia. Di telaga inilah mereka mengenang, merajut kembali memori puluhan tahun silam, meski beberapa di antara mereka tak bisa sepenuhnya kembali karena gugur di Gaza ketika muntahan peluru tentara-tentara Inggris menembus dada-dada perwira mereka. Dan di antara yang gugur itu adalah kakekku, Mustafa alBantaniy. Seorang perwira dari seluruh perwira yang terpanggil saat perang berkecamuk. Dialah yang tak pernah ku tahu seperti apa wajahnya. Yang kutahu hanyalah cerita dari mulut ke mulut teman-temannya dan ibu serta ayahku.

Sambil menikmati sore yang terus beranjak, aku duduk di tepinya yang berumput jepang. Kini generasiku yang merawatnya dari segala kerusakan. Menjaganya dari polusi air yang kerap masuk ke telaga, baik di sengaja maupun tidak. Setidaknya kini ada duapuluhan orang yang bertanggung jawab menjaga telaga ini dari pencemaran lingkungan dan pihak-pihak tak bertanggung jawab. Dan telaga ini telah memberikan kesegaran bagi penduduk desa yang kami tempati. Telaga ini sekaligus mata air yang tak pernah kering kami timba. Selalu berlimpah. Kebesaran dari Sang Maha Pencipta. Bahkan kini sekitar telaga dibuatkan taman-taman bunga yang membuat pemandangan telaga semakin indah dan menjadi tempat rehat favorit bagi para pejalan kaki maupun para pelancong.

"duhai telaga, sepertinya takkan pernah aku merasa dahaga
meski udara panas terasa
meski debu dan kerikil mengoyak sejumlah raga
ku merasai kau tlah lelah
menanggung beban
tapi disini kami tak pernah diam
slalu menjaga
sepanjang usia
tetaplah kau duhai telaga, mewangi semerbak surga,
kerna aku masih ingin menikmati hari-hari bersama,
hingga ajal menjelma serupa di mata
tetaplah duhai telaga, jernih airmu bertenaga
biar kami olah rasa hingga akhir masa"
...

***





tulisan ini tuk mengingatkanku pada pejuang di Jalur Gaza dan sebuah aliran anak sungai yang pernah menjadi tempatku mencari ikan dan "ngobak" bersama teman-teman. Kini anak sungai itu kotor, dangkal, terpolusi, dan kering.
*tetaplah berkobar pejuang di Jalur Gaza

5 Ramadhan 1432 H

0 comments:

ONLINE

Powered By Blogger

About This Blog

Lorem Ipsum

Our Blogger Templates

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP